Home » » Penulis Indonesia ‘Go International’ Sejak Jaman Sebelum Kemerdekaan

Penulis Indonesia ‘Go International’ Sejak Jaman Sebelum Kemerdekaan


Beberapa waktu yang lalu ada tulisan-tulisan yang menarik, khususnya yang terkait dengan penulis Indonesia yang ‘go international’. Ada diskusi yang cukup intens melalui tulisan tentang status dan definisi ‘international best seller’ dan ‘penulis international’ itu sendiri. Kabarnya bahkan ada yang sampai memperkarakan sebuah tulisan dan penulisnya. Saya sendiri kurang mengikuti perkembangan kasus tersebut.
Secara kebetulan ketika membereskan buku-buku, sebab lemarinya rontok karena sudah usang, kami menemukan sebuah buku berbahasa Belanda yang ditulis oleh seorang penulis wanita Indonesia. Buku ini sudah usang dan halaman-halamannya rentan dan mudah hancur. Menilik dari desain dan keadaan sampulnya, buku ini pasti sudah sangat tua. Dengan sangat berhati-hati saya membuka lembar-lembar pertamanya untuk memastikan tahun terbitnya. Sesudah membuka beberapa lembar, saya tidak menemukan tahun terbitnya. Saya berhenti membuka-buka buku tersebut karena takut akan memperparah keadaan buku yang memang sudah sangat tua.
Lalu kami menemukan edisi lain dengan judul yag sama. Berdasarkan edisi cetak ulang ini, saya menemukan bahwa buku ini pertama kali dicetak pada tahun 1940. WOW, sebuah fakta yang menarik bagi saya pribadi karena sejak jaman Indonesia belum merdeka sudah ada seorang penulis yang diakui secara internasional.
Buku yang saya diskusikan ini berjudul: ‘Buiten het Gareel’ Yang ditulis oleh Suwarsih Djojopuspito. Buku ini di terbitkan di Utrech, Negeri Belanda dan telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Menurut keterangan dalam halaman copyright buku ini pertama kali terbit pada tahun 1940 kemudian cetakan kedua dibuat pada tahun 1946, cetakan ketiga tahun 1986. Berdasarkan cetak ulangnya, saya menduga bahwa buku ini cukup diminati pembaca di Belanda. Buku ini didedikasikan untuk tiga orang anaknya: Tini, Nike, dan Immy, seperti yang tertulis pada bagian depan buku.
Buku yang aslinya ditulis dalam bahasa Belanda ini kemudian diterjemahkan sendiri oleh penulisnya ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: ‘Manusia Bebas’ yang diterbitkan oleh Penerbit Djambatan pada tahun 1975. Buku ini pernah diresensi di Kompasiana. Resensinya bisa dibaca di sini.
Pada bagian pengantarnya E. Du Perron memperbandingkan Suwarsih dengan R.A. Kartini. Dia menekankan bahwa Suwarsih adalah bukti sebuah gigihan dalam pendidikan karena dia bisa sejajar dengan bangsa Eropa dalam hal menulis meskipun dia bukan dari golongan ningrat seperti Kartini. Catatan pengantar yang dibuat oleh E. Du Perron ini sendiri menurut saya sangat menarik karena ditulis pada tahun 1940, Indonesia belum merdeka, sehingga sudut pandangnyapun berasal-dari asumsi-asumsi tertentu.
Catatan pengantar yang dibuat oleh Toeti Heraty-pun tak kalah menarik. Catatan ini dibuat pada penerbitan ulang Penerbit Djambatan pada tahun 2000. Konteksnya adalah Indonesia sudah merdeka dan susah melewati masa Orde Lama dan Orde Baru dan menurut Toeti Heraty novel ini masih relevan dengan keadaan Indonesia pada tahun 2000.
Bahkan, kalau boleh saya menambahkah catatan untuk novel ini, novel ini menjadi lebih relevan pada tahun 2013 ini. Novel ini tentang perjalanan hidup dua orang muda pada masa ambang sebuah kemerdekaan, godaannya terbesarnya adalah pertentangan antara realitas dan idealisme. Memilih bekerjasama dengan penjajah dan menjadi sejahtera secara ekonomi atau memilih menjaga idealism dan menjadi miskin secara materi. Dua orang muda dari organisasi pergerakan yang memilih tetap menjaga nyala idealisme. Mengapa lebih relevan? Simak saja berita di Koran-koran hari-hari ini. Tak jarang orang-orang yang terjerat kasus korupsi dan menjadi tersangka adalah bekas tokoh-tokoh organisasi mahasiswa yang penuh idealisme. Namun sayang, mereka telah menggadaikan idealisme mereka, dan menjadi penjajah bagi rakyatnya sendiri.
Suwarsih Djojopuspita adalah salah satu penulis wanita Indonesia yang karyanya mendunia, setidaknya diakui di negeri Belanda. Karyanya memang tidak banyak. Salah satunya pernah dimuat dalam antologi penulis-penulis wanita yang diterbitkan oleh Gramedia. Menurut situs Wikipedia Suwarsih telah menerbitkan 9 karya dan karya-karyanya diulas kebanyakan oleh penulis di negeri Belanda.
Penemuan buku tua ini memperluas pemahaman saya tentang sejarah kepenulisan dan kesusasteraan Indonesia. Pemahaman saya menjadi lebih integral. Semoga pembaca juga merasakan hal yang sama.
Mungkin masih ada banyak lagi buku-buku tua yang terkubur diantara tumpukan buku-buku lain yang akan semakin memperkaya wawasan kita tentang penulis Indonesia yang telah diakui dunia.

Penulis : kompasiana

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Faisal Akhmad | Mas Template
Copyright © 2011. JavaNews - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger