Jakarta - Demokrasi liberal yang dianut di Indonesia
memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada warga negara dalam
menentukan pilihan politik, baik itu untuk memilih dan juga dipilih.
Mereka yang memilih sebagai pemilih/konstituen memiliki tanggungjawab
dalam menentukan pemimpin yang akan dipilih. Sedangkan mereka yang
menginginkan jadi pemimpin harus berpolitik dalam rangka menarik hati
rakyat agar dipilih sebagai pemimpin. Pilihan kedua merupakan pilihan
yang sulit karena menyangkut dengan tanggungjawab dan kepercayaan.
Sistem
politik di Indonesia sangat didominasi oleh partai politik. Bagi mereka
yang menginginkan menjadi pejabat legislatif dan eksekutif harus
memiliki dukungan secara politik, dan otomatis mereka harus masuk ke
dalam salah satu parpol sebagai kendaraan. Parpol merupakan alat dalam
mekanisme perpolitikan di Indonesia. Tanpa melalui partai politik mereka
akan sulit masuk pertarungan politik dalam rangka merebut kekuasan.
Sebagai
alat dalam merebut kekuasaan, partai politik sangat memberi pengaruh
besar dalam menentukan seorang calon yang akan menduduki posisi
tertentu. Dengan mekanisme dan aturan sedemikian rupa partai politik
memiliki arti penting dan sangat menentukan dalam memilih figur atau
calon dalam memperebutkan jabatan tertentu. Maka parpol sebagai pintu
utama perebutan kekuasaan memiliki legitimasi yang sangat kuat dalam
menentukan calon pemimpin yang baik dan sebaliknya.
Para pekerja
politik atau politisi merupakan figur yang memiliki semangat menggenggam
kekuasaan. Berpolitik adalah sebuah pilihan dari keinginan berkuasa.
Politisi sebagai calon pemimpin yang akan diberi mandat oleh rakyat
dalam menentukan nasib rakyat kedepan sangat diharapkan mampu mengemban
amanah tersebut. Harapan kepada calon pemimpin adalah kesejahteraan
hingga ketenangan batin, karena sebagai penguasa mereka memiliki
legitimasi dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang bersangkutan dengan
kehidupan umum dalam berbangsa dan bernegara.
Berpolitik bila
mengacu kepada arti sebenarnya seperti yang disampaikan Aristoteles
yakni jalan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, maka
berpolitik merupakan perjuangan yang mulia. Tetapi dalam kenyataannya,
masyarakat masih banyak bersifat apolitis dikarenakan ulah politisi
tersebut yang tidak bisa amanah terhadap kepercayaan rakyat. Politisi
dianggap sebagai sekumpulan orang yang hanya menebar janji dengan
kepentingan berkuasa. Mereka akan melakukan apapun demi memegang
kekuasaan.
Sikap apatis terhadap politik tersebut merupakan
kerugian bagi jalannya demokrasi di negeri ini. Masyarakat seharusnya
menjadi policy terhadap kekuasaan tetapi dengan sikap apolitisnya
tersebut akan memberikan ruang yang lebar bagi politisi dalam melakukan
kesewenang-wenangan ketika memimpin. Ditambah dengan sistem politik dan
hukum yang masih di carut marut dan belum bisa menjadi benteng
kejujuran.
Kekuatan politik di negeri ini sangat dominan dalam
melakukan legitimasi kekuasaan. Hukum masih menjadi bulan-bulanan akibat
kekuatan politik yang hampir tidak terbatas. Kesewenang-wenangan
penguasa seringkali diakibatkan oleh lemahnya hukum terhadap mereka yang
memiliki posisi politik yang kuat. Hal inilah yang menjadikan politisi
sulit dikontrol kekuasaannya karena menganggap dirinya kuat dan sulit
tersentuh hukum.
Rakyat sebagai pemilih sangat menentukan para
politisi yang akan menjadi figur pemimpin baginya. Pemimpin sebagai
sebuah amanah harus diberikan kepada figur yang tepat dan tidak akan
berkhianat terhadap amanah rakyat dan konstitusi. Mereka harus menjadi
figur yang benar-benar meperjuangkan rakyat. Semakin banyaknya politisi
yang melakukan pelanggaran hukum ini harus menjadi acuan bagi rakyat
dalam menentukan pemimpin masa depan. Rakyat harus sadar bahwa kemarin
kita banyak melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin maka nanti harus
lebih hati-hati dalam memberikan pilihan.
Banyaknya pejabat
negara yang tersangkut masalah hukum bahkan amoral ini menunjukkan bahwa
banyak dari politisi kita yang hanya ingin merebut kekuasaan demi
ambisi pribadinya. Korupsi yang merajalela, penyalahgunaan wewenang, dan
sebagainya tersebut memberikan sinyal yang sangat jelas bahwa politisi
sangat rentan dengan pelanggaran hukum dan konstitusi. Politisi masih
banyak yang memiliki mental rampok dan hanya peduli dengan misi pribadi
dan mengabaikan amanah rakyat.
Masalah yang seringkali menjerat
pejabat kita adalah korupsi. Ini menunjukkan mental politisi kita adalah
perampok, yang menjadikan jabatan sebagai jalan untuk mengeruk
keuntungan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan cita-cita politik
yang berfungsi sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat. Politisi
semacam itu hanya akan memberikan kesengsaraan kepada rakyat dan patut
mendapatkan hukuman baik pidana maupun hukum sosial.
Masyarakat
harus jeli dalam melihat persoalan ini dengan adanya politisi yang hanya
menjadikan rakyat sebagai komoditi politik demi kepentingan berkuasa
untuk mencapai ambisi pribadinya. Politisi yang hanya tebar pesona demi
mendapatkan antusiasme masyarakat tetapi tidak berjuang untuk rakyat.
Politisi semacam itu adalah politisi busuk dan harus ditolak karena
sangat merugikan rakyat, bangsa dan negara. Kekayaan negara yang
seharusnya untuk kepentingan rakyat pasti akan dijadikan untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan golongannya.
Dengan adanya
keterbukaan informasi seperti sekarang ini masyarakat harus jeli dan
tidak tertipu dengan adegan-adegan politisi di banyak media. Karena
selain hukum yang harus menjadi pilar utama dalam membentengi kekuasaan,
masyarakat juga harus proaktif dalam mengawasi bahkan mengkritik
kekuasaan. Penguasa atau politisi yang selama ini hanya menjadikan
kekusaannya sebagai pemuas ambisinya harus diberi rapot merah dan
ditolak tegas karena sangat merugikan rakyat.
Hukum di negeri ini
masih belum bisa seperti yang kita harapkan bersama. Hukum adalah
satun-satunya rumah untuk mencapai keadilan, tetapi hukum terlalu lemah
ketika berhadapan dengan mereka yang memiliki harta dan juga kekuasaan.
Kekuasaan yang sering disalahgunakan oleh politisi kita merupakan karena
hukum yang masih tebang pilih. Hukum masih hormat kepada mereka yang
punya kekuasaan, dan penguasa seringkali menjadikan hukum sebagai
permainan.
Antara politik dan hukum bagaikan dua sisi mata uang
yang tidak bisa dipisahkan. Seperti adagium dari Mochtar Kusumaatmadja
bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman. Adagium tersebut secara sederhana namun tepat
menggambarkan betapa erat kaitan antara kekuasaan dan hukum. Kekuasaan
merupakan salah satu unsur dari politik, yaitu mengenai proses
mendapatkannya. Sedangkan hukum merupakan suatu produk yang diidealkan
sebagai konsensus (kecuali hukum dari raja, yang bukan merupakan suatu
konsensus) yang dihasilkan dari proses-proses politik dan dikukuhkan
dengan kekuasaan yang diperoleh juga dari proses politik.
Hubungan
yang tidak dapat dipisahkan ini tidak terlepas dari hakikat bahwa hukum
dan politik sama-sama merupakan sub-sistem sosial kemasyarakatan, yang
merupakan sistem yang terbuka, sistem yang satu mempengaruhi sistem
lainnya. Politik sebagai ajang untuk mendapatkan kekuasaan tersebut
harus menjadi memiliki policy yakni hukum, agar politik tidak keluar
dari relnya. Politik yang akan selalu berjalan beriringan tersebut
diharapkan mampu membentengi kekuasaan dari sikap mensalahgunakan
kewenangan.
Lemahnya hukum yang ada di negeri ini tidak mungkin
mampu menjadi benteng tunggal dalam menjaga kekuasaan agar tidak
melanggar aturan-aturan yang ada. Terlalu banyaknya politisi yang
melanggar hukum menunjukkan politisi tidak taat dengan hukum, mereka
meremehkan hukum sebagai sebuah institusi yang lemah dan bisa
dipermainkan semau mereka. Persoalan ini sangat merugikan rakyat, dan
sama sekali tidak akan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik
terhadap masyarakat.
Dengan keadaan yang seperti itu, harapan
yang paling mungkin adalah kepada rakyat itu sendiri. Dalam artian
rakyat menjadi pilar utama dalam menjadi benteng keadilan dan penegakan
hukum. Bila hukum konstitusi sulit diharapkan, maka hukum sosial harus
menjadi garis depan dalam mengawal kebijakan-kebijakan di negeri ini.
Politisi
yang tidak lagi peduli dengan kepentingan rakyat, hanya menjadikan
rakyat sebagai komoditi, memiliki moral yang lemah sebagai publik figur,
dan sebagainya harus dilawan dengan kekuatan sosial dan ditolak sebagai
calon pemimpin bangsa ini. Masyarakat harus bisa memetakan mana dari
mereka yang serius mengawal kepentingan rakyat dan mana yang telah
menghianati rakyat. Tolak politisi busuk!!!
*) Farhan Effendy, S. Fil. MAP adalah Dewan Pakar Nusantara sekaligus pengurus DPP Partai Demokrat. sumber.detik
Home »
Edukasi
,
Life Style
,
Politik
,
Sains
» Rakyat Harus Jeli Menentukan Pemimpin, Tolak Penghianat Rakyat
Rakyat Harus Jeli Menentukan Pemimpin, Tolak Penghianat Rakyat
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website
Label:
Edukasi,
Life Style,
Politik,
Sains
0 komentar:
Post a Comment